Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, penduduk muslim di Indonesia saat ini mencapai 87.2 % dari total populasi penduduk di Tanah Air atau setara dengan 227 juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, adalah hal yang lumrah jika Indonesia berkepentingan untuk memberikan Jaminan Produk Halal (JPH) terhadap seluruh penduduknya.

Dalam UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal sudah di atur oleh pemerintah mengenai perlindungan dan jaminan pangan halal di Indonesia. Dalam Pasal 4 disebutkan bahwa “produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal”.

Menurut data statistik produk halal LPPOM MUI Indonesia di laman website www.halalmui.org, jumlah perusahaan yang bersertifikat halal pada tahun 2019 sebanyak 13.951 unit  (69.577 perusahaan jika ditotalkan dengan data periode 2012 - 2019). Kemudian, jumlah sertifikat halal sebanyak 15.495 buah (80.611 sertifikat halal jika ditotalkan dengan data periode 2012 - 2019). Sedangkan,  jumlah produk sebanyak 274.796 produk (963.411 produk jika ditotalkan dengan data periode 2012 - 2019).

Berdasarkan data di atas jumlah perusahaan yang bersertifikat halal (tanpa memisahkan usaha besar dan usaha mikro kecil menengah) dari tahun 2012 s.d 2019 sebanyak 69.577 unit. Dengan demikian hanya 0.11% usaha yang terdaftar dibandingkan jumlah UMKM berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2019 sebanyak 65 juta UMKM.

Sertifikat halal merupakan fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam. Sertifikat halal sangatlah penting bagi UMKM, agar UMKM dapat segera naik kelas.

Produk UKMK yang sudah mendapat sertifikasi halal dapat menjadi nilai lebih dari usaha yang dijalankan dan juga dapat lebih mudah untuk mendapatkan akses pasar yang lebih luas.

Sertifikasi halal pada produk UMKM mampu memberikan kepastian status kehalalan dari produk yang dijual, sehingga dapat menenangkan hati konsumen dalam mengkonsumsi produk tersebut.

Lalu, apa saja yang harus dilakukan untuk mendapatkan sertifikat halal? Berikut cara mendapatkan sertifikat halal bagi pemilik usaha:

  • UKM dapat mengajukan pendaftaran sertifikat secara online dengan klik link di atas.
  • UMKM kemudian mengisi data pendaftaran, status sertifikasi (baru/pengembangan/perpanjangan), data Sertifikat Halal, status SJH (Sistem Jaminan Halal)  jika ada, dan kelompok produk.
  • Selanjutnya, UMKM melakukan pembayaran pendaftaran serta biaya akad sertifikasi halal ke bendahara LPPOM MUI melalui email bendaharalppom@halalmui.org yang meliputi: honor audit, biaya sertifikasi halal, biaya penilaian implementasi SJH, dan biaya publikasi majalah Jurnal Halal.
  • Tahap berikutnya, UMKM mengisi dokumen yang menjadi persyaratan pendaftaran serta industri bisnis yang di geluti, di antaranya: manual SJH, diagram alir proses produksi, data pabrik, data produk, data bahan, dokumen bahan yang digunakan, dan data matrix produk.
  • Setelah semua dokumen diisi, maka UMKM akan masuk ke tahap selanjutnya yaitu pemeriksaan kecukupan dokumen.
  • UMKM bisa men-download sertifikat halal MUI di menu download SH.

Sebelum mengikuti proses di atas, UMKM harus menyiapkan dokumen untuk kelengkapan dalam mendaftarkan sertifikasi halal. Dokumen tersebut antara lain: daftar produk, daftar bahan dan dokumen bahan, daftar penyembelihan (khusus RPH), martiks produk, manual SJH, diagram alir proses, daftar alamat fasilitas produksi, bukti sosialisasi kebijakan halal, bukti audit internal, dan bukti pelatihan internal.

Mendapatkan sertifkasi halal memang membutuhkan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi dan juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Walaupun terkesan rumit, namun produk UMKM dengan label halal, akan lebih mudah diterima oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Selain itu, sertifikat halal juga diberlakukan di negara-negara dengan mayoritas muslim seperti Arab dan Timur Tengah.